"SANGGAR SAREH BUDOYO"
Kergan Rt 03 Rw 11 Tirtomulyo Kretek Bantul Yogyakarta
Kode Pos : 55772
Telp : (0274) 6460325

Hand Phone : 08156302495
Email :
Tardalang@yahoo.com

Saturday, October 27, 2007

Karno Tanding

Cerita buat El Fira
Fakultas Sastra Universitas Jember


Karno Tanding adalah suatu babak pertempuran terbesar Baratayudo di Padang Kurusetra. Pertempuran dua senopati pilih tanding yaitu Arjuno dari kesatrian Madukoro sebagai panglima perang Negara Amarta melawan Adipati Basukarno dari Awonggo sebagai panglima perang Negara Astina.
Arjuno
Arjuno atau janoko lahir dari rahim seorang Ibu bernama Kunti Nalibronto dengan Raja Astina Pandu Dewonoto. Satria panengah Pandawa.
Basukarno
Basukarno atau karno lahir dari seorang rahim seorang Ibu bernama Kunti Nalibronto dengan seorang Dewa bernama Bethoro Suryo atau Dewa Matahari. Jauh sebelum Kunti Nalibronto belum bersuami pernah bermain main dengan aji pameling (sebuah kesaktian yang mampu mendatangkan siapapun yang dikehendaki). Sehingga datanglah Bethoro Suryo. Melihat kemolekan tubuh Kunti, Bethoro Suryo jatuh hati sehingga Kunti mengandung seorang bayi yang kemudian dilahirkan melewati telinga sehingga anak tersebut diberi nama "Karno" yang berarti telinga. Sebagai seorang putri raja besar Kunti malu karena melahirkan seorang anak sedangkan dia belum bersuami, maka anak tersebut di larung di sungai gangga. Kelak bayi ini diketemukan dan dipelihara oleh seorang kusir kerajaan bernama Adiroto.
Karno besar menjadi satrio tangguh, pintar memanah muncul pada waktu Pendadaran Siswa Sukolimo. Sepintar Arjuno dalam memanah tapi tidak bisa ikut berlatih di Padepokan Sukolimo (Padepokan Resi Durno) karena bukan keturunan bangsawan. Karno di usir dari ajang Pendadaran Siswa Sukolimo karena bukan darah bangsawan. "Kamu Hanya Anak Seorang Kusir" kata Arjuno. Karno menjadi malu dan rendah diri sehingga pergi. Sebagai Satu-satunya Satria yang mampu menandingi kecepatan panah Arjuno, Karno dicari oleh Prabu Duryudono Raja Astina dan mengangkatnya sebagai Adipati di Awonggo. Sebuah Kadipaten di bawah kekuasaan Astina, sehingga Karno bisa berlatih di Padepokan Sukolimo.
Hati Seorang Ibu
Karno Tanding adalah Sebuah Pertempuran Dua Saudara Kandung Se Ibu tapi berlainan Ayah. Sama-sama Sakti, sama-sama pintar dalam memanah. Sama-sama mempunyai senjata Sakti dari Dewa. Kunti Nalibronto hanya bisa meneteskan air mata melihat kedua putranya saling bertempur. Sebelum pertempuran Baratayuda dimulai kedua ksatria ini pernah dipertemukan oleh Ibunya. Seorang Ibu yang lembut dan bijaksana ini rela bersimpuh di kaki Karno meminta ampun atas penderitaan karno karena telah dibuangnya dan memohon untuk bergabung dengan saudaranya di Pandawa atau Amarta. Karena Kunti tahu benar kalau pertempuran Baratayuda benar terjadi maka hanya Karnolah yang mampu menghadapi Arjuno, itu berarti kedua putranya akan saling berhadapan. Dengan arifnya pula Karno memohon maaf tidak bisa bergabung dengan Pandawa karena beberapa alasan :
"Ibu, ....... sama sekali saya tidak dendam atas perlakuan Ibu kepadaku, hanyutnya aku di sungai gangga sampai aku besar sekarang ini adalah garis hidupku. Aku menjadi Adipati dan hidup bahagia adalah karena Prabu Duryudono, aku tidak mau disebut Satria Pengecut hanya muncul ketika ada kesenangan tapi lari dari kesusahan. Apa kata dewa kalau aku nanti bergabung dengan Pandawa. Suatu saat seandainya aku harus bertempur dengan adikku Arjuno itu juga sudah kehendak para dewa. Sekali lagi saya mohon maaf ibu, Nyuwun Agunging Wiloso. Biarkan aku menentukan hidupku Sendiri. " ......Kata Basukarno.
Arjuno juga hanya bisa tertunduk menangis. Walau bagaimanapun Karno adalah kakaknya meskipun lain ayah, rasa menyesal yang mendalam telah mengusir dari pendadaran siswa sukolimo.
Tangis Kunti semakin menjadi mendengar Jawaban Karno apalagi melihat kedua putranya itu saling berpelukan. Ketiganya larut dalam tangis kebahagiaan, kesedihan, keharuan, kebingungan hanya bisa berpelukan satu sama lain.
Perang Baratayudo
Perangnya darah Barata itu pecah dan Basukarno muncul sebagai senopati Astina ketika senjatanya Kunto wijoyodanu tertancap di tubuh Gatotkaca. Tak ayal lagi kedua putra kunti itu pasti saling berhadapan. Ketika Sangkakala berbunyi ........
Karno muncul dengan kereta perangnya didampingi prajurit bayangkara Awonggo berada di tengah ribuan pasukan Astina. Sebagai seorang Senopati besar kereta Karno di kusiri oleh seorang raja besar dan sakti yaitu Prabu Salyo.
Arjuno muncul dengan kereta perangnya didampingi prajurit bayangkara Madukoro berada di tengah ribuan pasukan Amarta. Sebagai seorang Senopati besar kereta Arjuno di kusiri oleh seorang raja besar dan sakti yaitu Prabu Kreno.
Ketika pertempuran terjadi dengan hebatnya terjadi keanehan dua ksatria yang lihai dalam memanah itu saling menghujankan anak panah tapi tidak satupun mengenai keduanya. Kadang berhenti kemudian saling pandang, saling meneteskan air mata. Prabu Salyo dan Prabu Kresno keduanya tahu, kedua putra kunti itu tidak saling tega untuk membunuh bahkan melukai sekalipun sehingga tidak satupun panah tepat sasaran.
Ketika sehari penuh saling bertempur, saling mengeluarkan senjata saktinya, saling menghujankan panah tapi tidak satupun yang mengenai tubuh. Prabu Kresno sebagai kusir Arjuno dan botohnya Amarta (Pandawa) Tahu persis senjata Pasopati yang dipasang di gandewa Arjuno. Maka Tali kendali kuda disentak sehingga kuda bergerak kedepan tepat ketika Pasopati terlepas dari gandewa yang semula diarahkan hanya di depan Karno tapi karena kereta bergerak kedepan maka Senjata Sakti Pasopati tepat mengenai leher Adipati Basukarno. Anak Dewa Surya itu tersungkur mengenai kereta sehingga kereta hancur. Pasukan Amarta Gemuruh Sorak sorai sebaliknya Pasukan Astina terdiam mundur melihat sedih Senopati Besar Astina gugur di medan Pertempuran Padang Kurusetra.
Paseban Amarta
Malam hari ketika parepatan para senopati di tenda pasukan Amarta Arjuno marah besar kepada Prabu Kresno karena Pasopati sebenarnya diarahkan tidak untuk mengenai Karno tapi karena gerakan kereta ke depan sehingga panah Pasopati pas mengenai leher Kakaknya Adipati Karno. Sebagai keturunan Dewa Wisnu Prabu Kreno lalu memberi nasehat dengan bijaknya "Ketika pertempuran semakin lama akan semakin banyak pasukan kedua belah pihak gugur yang berarti rakyat juga yang menjadi korban". Sambil meminta maaf Kresno berucap " Ini pertempuran Dimas, ketika ada senopati yang gugur itulah tugas mulia yang diembannya."
Paseban Astina
Malam hari ketika parepatan para senopati di tenda pasukan Astina. Semuanya tercenung, terdiam terlihat beberapa senopati belum kering air matanya. Ketika Prabu Duryudono mulai bersabda siapakah yang menjadi senopati selanjutnya. Mahapatih Haryo Sengkuni Mengusulkan Prabu Salyo sambil berucap bahwa kematian Senopati Basukarno karena perbuatan Prabu Salyo yang sengaja menggerakan kereta kedepan sehingga panah Arjuno tepat mengenai leher Karno. Prabu Salyo marah besar pada Mahapatih Haryo Sengkuni hampir terjadi perkelahian seandainya itu bukan di pasewakan dan Prabu Duryudono tidak melerai. Dan memang kemudian ditetapkan Prabu Salyolah yang menjadi Senopati selanjutnya.
Arti Pertempuran
Pertempuran, peperangan, perkelahian dan apapun itu namanya adalah simbol nafsu manusia yang tidak pernah mau mengerti tentang peradaban yang Agung di bumi ini. Selama kita masih merasa hebat masih merasa kuat dan masih merasa segalanya, selama itu pula hidup kita tidak akan pernah damai dan tentram. Perbaiki Ibadah ! Mendekatkan diri pada Siapa yang telah menciptakan diri kita adalah jalan yang benar untuk hidup manusia.
Yogyakarta, 25 Oktober 2007
Sanggar Sareh Budoyo
Ki Taryono

3 comments:

Anonymous said...

hebat ya karno ?
satria banget ! cerita yang lain di tunggu ki dalang !

Agusmathokey said...

Wah kebetulan saya juga gemar wayang. Marilah kita budayakan bersama kepada anak didik kita. Maju terus pantang mundur mbah Jayeng,.... !

Hendarto Cahyono said...

Wis makaping-kaping aku ngrungok'ake lakon Karno Tanding, nanging kembenging waspo tan keno binendung awit saka banget ngiris pangrasaku. Sebuah pergumulan dan pergulatan batin antara seorang ibu dan anak-anaknya yang memgang teguh pendiriannya. Inilah buah simalakama yang dihadapi Dewi Kunthi, Karna, dan Arjuna.